Kamis, 20 Desember 2018

Referendum Kanaki & Harapan Referendum West Papua


Yogyakarta, 5 April 2018
Demi Nawipa

Referendum Kanaki & Harapan Referendum West Papua Itu Tentu Berbeda.

***
Soal referendum itu kita harus tahu lebih dalam, sebab ia mempunyai keuntungan dan pula akan ada kerugian. Tetapi itu tergantung perjanjian antara kedua bangsa yang dijajah dan terjajah. Seperti Prancis dan Kanaki mereka lakukan itu sesuai perjanjian bersama sejak tahun 1988, setelah mereka (kanaki) daftarkan di C24 PBB (24 komisi dekolonisasi PBB). Dan, Itu sudah lama mereka terdaftar di PBB tetapi baru dilakukan referendum.

Sesuai perjanjian antara kedua bangsa dilakukan referendum dalam tiga tahap yaitu tanggal 4 november 2018 dilakukan itu tahap pertama, masih ada 2 kali lagi bagi Kanaki, katanya akan dilakukan tahun 2020 dan 2022.

Jadi, kita pahami bahwa, referendum itu secara umum ada tiga bentuk, yaitu : 1). Bentuk plebisit bertahap (pemilih hanya perwakilan dari suku asli, seperti pepera tahun 1969), 2). Bentuk fakultatif bertahap ( pemilih adalah penduduk pendatang dan penduduk asli, seperti kanaki lakukan ), 3). Bentuk Obligatori ( pemilih hanya dilakukan oleh penduduk asli tanpa dilibatkan orang non-asli).

Saya pikir PBB itu hanya menerima daftar dekolonisasi, menerima daftar anggota PBB setelah merdeka, dan hanya memantau dan mengawasi.

Kalau Kanaki lakukan referendum pada 4 november 2018 itu sesuai perjanjian bersama sejak tahun 1988 bersama negara penjajahnya (Perancis) sehingga aturan pemilihan referendum itu juga tentu dilakukan sesuai isi perjanjian bersama mereka.
***
Kalau kita Papua tidak pernah ada kesepakatan dengan Indonesia untuk lalukan referendum, bahkan kita masih berjuang untuk mau mendaftarkan diri ke agenda dekolonisasi PBB. Jadi, kita jangan analisa yang aneh-aneh. Walau panitia referendum yang dilakukan di Kanaki diduduki lebih dominan para penjajah, itu pun tentu punya aturan dalam perjanjian bersama sejak tahun 1988, dengan bentuk referendum fakultatif bertahap yaitu peserta pemilih adalah semua orang baik itu asli dan pendatang.

Jadi, kalau analisa saya untuk Papua, dialog berarti tentu itu pun akan dibicarakan perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan tertentu, seperti tindak lanjut dari perjanjian new York agreement dan perjanjian roma agreement.

Dan juga kita harus tahu terkait dialog berarti tidak memihak dan atau tidak merugikan satu pihak, tentu melalui dialog itu antara Indonesia dan Papua akan buat perjanjian dengan kesepakatan tertentu, yaitu tentu akan melahirkan referendum plebisit bertahap atau referendum fakultatif bertahap seperti kanaki punya.

Tetapi, untuk Papua harapkan tidak hanya melalui  dialog.  Ada cara lain yang kita perlu perjuangkan, yaitu minta pengakuan kepada Indonesia melalui PBB atau Minta Referendum ulang dengan cara referendum obligator (pemilih adalah penduduk asli). Tetapi, sebelum kesana, kita harus bersatu dan berjuang untuk mendaftarkan diri ke C24 PBB.

Kemudian jalan atau alternatif lain untuk Papua terjadi referendum bila orang asli Papua bersatu dan berjuang melalui jalan perjuangan "revolusi total di Papua" dengan cara mogok sipil setiap aktivitas pemerintahan kolonial, kegiatan kapitalisme, dan untuk mengusir militer dengan menggunakan kekuatan perang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog